Fundamental Terms dan Ratios

Posted by Investor Awam | Monday, July 07, 2008 | | 1 comments »

Financial Report = Laporan Keuangan. Biasanya terdiri dari 3 bagian:

  1. Balance Sheet = Neraca. Laporan ini menceritakan posisi keuangan perusahaan terkait pada tahun tertentu. Neraca ini dibagi menjadi 3 bagian Assets(Aktiva), Liabilities(Kewajiban), dan Equities (ekuitas).
  2. Profit & Lost Statement (Laporan Laba Rugi). Yang terpenting dari dari element ini adalah Revenue or Sales(Penjualan/Pendapatan), Operating Income(laba operasional), dan Net Income (Laba bersih)
  3. Cash Flow Statement = Laporan Arus Kas. Ini adalah bagian yang sangat penting dari analisa dan sering terlalaikan oleh orang banyak, professional sekalipun. Laba perusahaan yang tidak diikuti Operating CF (laba operasional) yang positif perlu diragukan kebenarannya. Contohnya jika perusahaan menjual secara kredit, walaupun uang belum diterima perusahaan, laba sudah tercatat di P/L tetapi belum di CF statement. Makanya kita jangan hanya melihat laba doang, verifikasi juga dengan arus kas. Kalo kreditnya macet gimana? Remember cash is king!

Ratio-Ratio:

Analisa Manajemen

ROE (Return on Equity) = Net Income / Total Equity. Untuk nilai yield obligasi pemerintah yang kira2 14% per tahun, paling tidak ROE harus 20%. Kalo patokan saya sih 25%, saya kan sudah mengambil resiko yang lebih besar dari obligasi. Kadang saya lebih suka menggunakan ROEX (ROEX 2007= Net Income 2007/ Equity 2006). ROEX mempunyai arti dengan modal X tahun ini, manajemen mampu mencapai profit sebesar Y tahun depan. ROEX mempunyai daya prediksi.

ROA (Return on Assets) = Operating Income/ Total Asset. Ini juga adalah element penting. Artinya, tanpa memperdulikan bagaimana perusahaan memperoleh dana (apakah dari hutang atau modal sendiri) dan pajak, berapa besar profit yang mampu dihasilkan Asset yang ada. ROE yang dapat dipercaya adalah ROE yang besar diikuti ROA yang besar pula. Untuk standard ini ROA harus 20% lebih. ROAX mempunyai arti dan definisi yang hampir sama dengan ROEX.

Op Profit Margin = Op. Income/ Revenue

Net Profit Mrg = Net Income/ Revenue

Untuk dua yang diatas. Biasanya digunakan untuk mengukur kompetisi di pasar. Semakin besar margin perusahaan berarti kompetisi masih lemah dan pasar dikuasai perusahaan. Semakin dewasa kompetisi di pasar, margin perusahaan akan semakin tipis karena perang harga dari produk alternatif. Patokan standard adalah 20%. Namun tidak berati margin di bawah 20% adalah buruk. Contohnya saham UNTR yang walaupun marginnya kecil tapi karena omsetnya yang besar, perusahaan mampu mencapai pertumbuhan yang pesat selama 5 tahun terakhir. Margin kecil harus diimbangi oleh turnover (perputaran uang) yang besar dan cepat.

Analisa Resiko

DER (Debt - Equity Ratio) = Total Debt/ Total Equity. DER adalah perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan. Perusahaan yang bagus adalah perusahaan yang mempunyai beban hutang sedikit. Ini untuk menjaga kestabilan dan kemampuan perusahaan menciptakan laba pada saat ekonomi lesu. DER juga adalah cara perusahaan berkomunikasi dengan investornya. Biasanya perusahaan yang bagus akan berusaha mengurangi beban hutangnya secara berkala setiap tahun, yaitu terjadi penurunan DER secara bertahap. DER max yang jadi patokan saya adalah 2.0. Saham seperti AALI, INCO, dan ANTM mempunyai DER lebih kecil dari 1. Kenaikan DER secara drastis harus diwaspadai karena mungkin adalah tanda ketidakberesan atau kemepetan dana di perusahaan sehingga harus meminjam dana besar. Akan tetapi, kenaikan drastis DER juga bisa terjadi bila perusahaan membagikan dividend yang besar sehingga total Ekuitas jadi berkurang. Jadi hal ini harus ditelaah hati2, jangan terjebak sinyal yang salah.

Quick Ratio = Current Assets/ Current Liabilities. Quick ratio digunakan untuk menghitung kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek tanpa harus menggadaikan Asset Jangka Panjang (cth: Gedung, mesin2, pabrik, dll). Adalah sangat baik bila quick ratio di atas 1. Hal ini juga harus ditelaah hati2 karena tidak semua quick ratio di bawah 1 adalah buruk. Kemampuan perusahaan mencetak laba yang besar bisa menutupi kekurangan ini.

NTA (Net Tangible Assets)= (Tot Assets - Intangible Assets)/Total Shares. NTA adalah assets nyata per saham. Assets seperti goodwill, dll adalah assets yang tidak nyata, sehingga apabila perusahaan bangkrut, asset ini tidak dapat digadaikan dan akan bernilai nol. Jadi jika ada perusahaan mempunyai goodwill yang sangat besar dibandingkan total assetsnya maka harus diwaspadai. Pada tgl 30/6/2008 saham TLKM dijual pada Rp7300, sedangkan NTAnya adalah Rp3500. Jika kita membeli saham ini dan TLKM bangkrut, maka ada rp 3500 assets yang bisa digadaikan.

Analisa Growth (Pertumbuhan)

Pastikan kita membeli saham yang tiap tahunnya bertumbuh di segala hal, baik sales, operating income, net income, dan cash flow. Sering terjadi tiba2 net income bertambah drastis. Namun jika tidak diimbangi oleh kenaikan operating income yang drastis, bisa jadi itu adalah karena kenaikan extra ordinary item. Artinya bukan operational perusahaan yang membuat kenaikan laba bersih, tetapi mungkin karena penjualan asset perusahaan. Kenaikan drastis ini bisa membuat pasar fly yang kemudian terjuan bebas karena quarter berikutnya pasar akan kecewa karena tidak mendapatkan kenaikan yang drastis lagi. It's a one-off thing.

Analisa Harga

PER (Price-Earning Ratio) = Harga Saham/(EPS atau earning per share). PER adalah ratio yang paling lazim dan mudah dipergunakan. Namun kadang agak susah digunakan untuk menilai suatu saham yang wajar. Saham A dengan PER 15 bisa jadi lebih berharga daripada saham B dengan PER 8, apabila pertumbuhan A 30% per tahun dan B 15%. Adalah juga orang yang menggunakan PEG (PER Growth), namun di sini saya lebih suka menggunakan analisa Fair Valuenya Warren Buffet. Sebagai patokan untuk saham dengan pertumbuhan 20% ke atas, PER yang wajar adalah 15-20. PER di bawah 15 adalah termasuk murah.

PBV (Price to Book Value) = Harga Saham/(Total Equity per share). Ini adalah perbandingan antara harga saham dengan nilai buku. Untuk menggunakan ratio ini kita juga harus mengenal pertumbuhan Ekuitas perusahaan tersebut tahun ke tahun. Saya kurang menyukai ratio ini. Jadinya saya tidak tahu patokan nilai yang dipergunakan. Ada yang bisa bantu?

Dividend Yield = DPS/Harga Saham. Ini juga adalah cara perusahaan berkomunikasi dengan investornya. Perusahaan yang bagus akan menerapkan payout ratio yang stabil untuk dalam misi jangka panjang mereka. Hanya perusahaan yang bagus lah yang bisa secara konsisten memberikan dividend yang bertumbuh setiap tahunnya. Perusahaan yang buruk bisa memanipulasi dividen untuk jangka pendek, tetapi untuk secara konsisten setiap tahunnya memberikan dividen, mereka tidak akan mampu. Namun hati-hati! Tidak berarti perusahaan yang tidak memberikan dividen adalah perushaan buruk. Perusahaan yang pesat pertumbuhannya jarang membagikan dividen, contohnya Microsoft selama 30 tahun tidak memberikan dividen. Baru akhir2 ini saja dividen dicairkan. Perusahaan Berkshire Hathaway milik Warren Buffett juga tidak memberikan dividen hingga saat ini.

Fair Value Analysis. Methode yang saya gunakan adalah Discounted CF model. Cara ini, saya memprediksi CF perusahaan 10 tahun ke depan (bukan perpetual, untuk lebih konservatif). Prediksi CF ini dengan menggunakan rata2 pertumbuhan CF 5 tahun sebelumnya. Kemudian, saya menggunakan Discount Rate sebesar dari Yield 10 tahun Obligasi Pemerintah. Dari sana kita bisa menghitung Present Value dari CF-CF prediksi kita. Nilai PV per saham inilah yang menjadi harga wajar saham. Metode ini sanagt terkenal karena juga dipergunakan Warren Buffett dan Benjamin Graham yang notabenenya master2 dari Value Investing. Untuk kelanjutan cara menghitung Fair Value analisis akan saya jabarkan lagi next time.

Untuk update dan informasi tambahan silakan ke INFORMATION CENTRE:

http://sahamfundamental.blogspot.com/search/label/INFORMATION%20CENTRE


update terbaru untuk semua saham IDX:

www.IDsaham.com

1 comments

  1. sholich // June 15, 2009  

    PBV, nurut saya penting untuk orang yang sangat konservatif, dengan perusahaan yang punya resiko rendah (hutang rendah), pertumbuhan standart pada PBV mendekati satu bisa menjadi pilihan karena saat krisis akan susah berkurang nilai sahamnya jadi resiko menjadi lebih rendah lagi mirip NTA, cuma nurut saya aja yang sangat awam