Kadang saya sendiri mikir, kenapa harus susah payah menghitung harga wajar saham jelek?
Perhitungan intrinsic value dengan Discounted CF model lebih kurang mewajibkan adanya konsistensi pada CF, dan adanya pola2 yang dapat diprediksi. Jika perusahaan tidak konsisten (kadang surplus, kadang defisit) maka perhitungan harga wajar akan sangat susah. Ada pepatah yang mengatakan " garbage in, garbage out", yang kira2 artinya adalah jika inputnya sampah maka hasilnya juga sampah... haha cuma memungut pepatah kuno.
Oh ya, hari ini baru bisa posting 6 buah: ADMF, PANS, BNLI, SULI, GJTL, dan PNBN... Itu pun cuma result belum ada comment analisanya. Pingin sih lanjutin tapi apa daya, udah ngantuk nih.... mudah2an besok bisa selesai request lain yang pending beserta comment2nya....
Oh ya yang kira2 mau mencoba belajar analisa, silahkan coba analisa ke-6 saham di atas.
hasil googling om...setuju nggak
Analisa nilai intrinsik tidak selalu dapat dilakukan dengan akurat oleh karena tiga keterbatasan:
1. Marketplace Slow to Recognize Real Value. Jika masyarakat yang akan melakukan investasi tidak menemukan nilai intrinsik saham, kemungkinan saham perusahaan akan tetap undervalued atau overvalued selama-lamanya.
2. Stocks of Highly Speculative Firms. Perusahaan yang sifat kegiatannya secara alamiah memang sangat spekulatif tidak dapat dianalisa dengan analisa nilai intrinsik. Saham perusahaan tambang minyak, tambang emas, atau perusahaan yang berusaha mendapatkan inovasi baru yang menguntungkan, nilainya lebih tergantung kepada masa depan yang tidak pasti ketimbang faktor-faktor keuangan fundamental. Dalam situasi seperti ini, nilai ril perusahaan ditentukan oleh suatu kejadian tertentu, seperti ditemukannya kandungan minyak bumi. Analisa nilai intrinsik tidak mempunyai teknik (tidak mampu) mengevaluasi situasi seperti ini.
3. High-Growth Stocks. Perusahaan-perusahaan yang memiliki catatan pertumbuhan yang sangat cepat akan mendorong kenaikan harga saham di pasar oleh karena para investor optimis bahwa pertumbuhan akan tetap tinggi di masa depan. Jika saham adalah dari perusahaan yang prospek pertumbuhan penjualan dan keuntungan luar biasa, seperti Atari dan Apple Computer tahun 1970an, maka nilai intinsik adalah tergantung apakah dan berapa besar pertumbuhan berlangsung terus. Berhubung kelangsungan pertumbuhan tidak pasti, pendekatan nilai intrinsik tidak cukup memadai digunakan dengan situasi pertumbuhan tinggi.
Menurut saya, yang benar bukan "nilai intrinsik tidak selalu dapat dilakukan dengan akurat" tapi :"nilai intrinsik selalu tidak dapat dilakukan dengan akurat" hehehe.
Perhitungan nilai intrinsik sebenarnya lebih kearah pemahaman dan menilai suatu bisnis. jadi DCF hanyalah langkah awal yang sederhana untuk menilai suatu bisnis. Pembelian terhadap suatu saham janganlah berdasarkan nilai intrinsik yang dihitung dari DCF saja, tapi haruslah menggabungkan seluruh pemahaman anda tentang bisnis tsb.
Intinya: semakin kita tidak paham dengan tingkah laku suatu bisnis / perusahaan, ya kita tidak dapat menilai suatu bisnisnya. nah sekarang pertanyaannya apa kita mau beli bisnis yang spekulasi & tidak bisa diprediksi?
1. Marketplace Slow to Recognize Real Value. Jika masyarakat yang akan melakukan investasi tidak menemukan nilai intrinsik saham, kemungkinan saham perusahaan akan tetap undervalued atau overvalued selama-lamanya.
-------
investor awam:"
Ada yang berpendapat begitu. Sebelum menjelaskan opini saya, ada baiknya saya menjelaskan tentang "undervalue". Anda harus mengerti bahwa bukan cuma saham unggulan yang bisa undervalue. Bahkan saham2 yang jelek dan tidak produktif pun bisa undervalued.
Statement di atas mungkin benar jika ditujukan pada saham yang tidak bertumbuh lagi atau tidak konsisten. Untuk saham yang tidak tumbuh, sebenarnya nilai intrinsiknya akan turun dari tahun ke tahun. Jadi normal, karena ekspektasi nilai intrinsik saham tersebut yang akan menurun, orang akan enggan membelinya.
Kalau saham unggulan yang overvalued, saya kurang setuju dengan statement di atas. Ingat cara kita mendapat uang bukan hanya dari capital gain saja, tetapi bisa juga dari deviden. Contoh sederhanya saja kalau perusahaan tiap tahun memberikan dividen yang bertambah, harga saham otomotis akan naik juga. Bila tidak naik bisa2 dividen yieldnya mencapai 50%. Artinya jika saya membeli saham dengan harga Rp 1000/ saham, saya dapat dividen Rp500/ saham tiap tahun...(atau bahkan meningkat tahun depannya). Siapa yang gak mau beli coba? Kalau saya pemilik saham, saya malah mengharapkan orang lain tidak tahu berita ini, sehingga saya bisa membeli lebih banyak saham hehe.
-------
2. Stocks of Highly Speculative Firms. Perusahaan yang sifat kegiatannya secara alamiah memang sangat spekulatif tidak dapat dianalisa dengan analisa nilai intrinsik. Saham perusahaan tambang minyak, tambang emas, atau perusahaan yang berusaha mendapatkan inovasi baru yang menguntungkan, nilainya lebih tergantung kepada masa depan yang tidak pasti ketimbang faktor-faktor keuangan fundamental. Dalam situasi seperti ini, nilai ril perusahaan ditentukan oleh suatu kejadian tertentu, seperti ditemukannya kandungan minyak bumi. Analisa nilai intrinsik tidak mempunyai teknik (tidak mampu) mengevaluasi situasi seperti ini.
------
investor awam:
saya setuju. Meletakkan uang di perusahaan yang sangat speculative, sama nilainya dengan meletakkan uang saya di meja roulette. Saya lebih rela membeli rumah walet yang sudah ada isinya dan tiap tahun bertumbuh jumlahnya daripada membeli rumah walet yang masih baru dengan harga murah tetapi belum tentu akan masuk.
Dalam analisa fundamental, consistency dan predictability adalah element2 yang sangat penting. Semakin predictable dan konsisten, margin error kita akan semakin kecil.
-----
3. High-Growth Stocks. Perusahaan-perusahaan yang memiliki catatan pertumbuhan yang sangat cepat akan mendorong kenaikan harga saham di pasar oleh karena para investor optimis bahwa pertumbuhan akan tetap tinggi di masa depan. Jika saham adalah dari perusahaan yang prospek pertumbuhan penjualan dan keuntungan luar biasa, seperti Atari dan Apple Computer tahun 1970an, maka nilai intinsik adalah tergantung apakah dan berapa besar pertumbuhan berlangsung terus. Berhubung kelangsungan pertumbuhan tidak pasti, pendekatan nilai intrinsik tidak cukup memadai digunakan dengan situasi pertumbuhan tinggi.
------
investor awam:
Discounted CF model juga mampu menghitung nilai intrinsiknya. Anda tinggal menyetel growth pada Operating CFnya. Kalau Growthnya tinggi otomatis nilai intrisiknya jadi gede juga. Namun saya lebih suka konservatif, karena alasan uang yang saya pakai adalah hasil payah keringat saya yang saya tabung cukup lama. Kalau fund manager mah boleh aza spekulatif. Toh uang yang dipakai kan uang orang lain. Biar kalah, biar menang tetap dapat monthly income.
Kalau pake Rp10jt untuk speculative reason boleh lah, tetapi jangan your life saving account...
Again... this is just my humble opinion.